Lukisan Kulit Kayu Pulau Asei Papua - Kalau anda sedang berada di Kabupaten Jayapura, lalu kebetulan sedang menyambangi Pantai Khalkote-salah satu titik incaran wisatawan di Danau Sentani, jangan sampai gak mampir ke Pulau Asei.
Apa sih istimewanya kampung Pulau Asei ini?
Mari menyeberang dari dermaga Khalkote, menggunakan perahu cukup 5 menit saja. Dengan membayar 10 ribu per orang, anda akan tiba di Kampung Asei. Kampung yang dihuni 900 jiwa ini, bersih dan tertata rapi. Dermaga Khalkote sendiri bisa ditempuh berkendara sekitar 15 menit dari pusat kota Kabupaten Jayapura.
Di kampung tertua yang merupakan asal muasal Suku Sentani ini, kita bisa menemukan perajin lukisan kulit kayu Khaombouw (sejenis pohon dengan getah). Lukisan di atas kulit kayu, memang lazim dibuat diatas kayu Khaombouw, sudah dikenal hingga ke mancanegara. Banyak wisatawan asing juga berdatangan ke Kampung Asei berkat keunikan kerajinan tangan yang dihasilkan warga kampung ini.
Lukisan Kulit Kayu Pulau Asei Sejak Tahun 1600-an
Kampung Asei, terdiri atas sekitar 900 jiwa, dengan mata pencaharian utama adalah berkebun dan nelayan. Namun, melukis diatas kulit kayu, telah menjadi keahlian turun temurun yang berlangsung sejak tahun 1600-an. Dahulu, pewarna alam digunakan. Seperti kapur pinang untuk warna putih, kunyit untuk warna kuning, arang belanga untuk warna hitam, hingga tanah liat untuk menorehkan warna terakota.
Di kampung ini, tua dan muda, lelaki maupun perempuan, dengan ahli menuangkan kreativitas mereka melukis di atas kulit kayu. Motif yang digunakan, umumnya bernuansa kekayaan alam, kehidupan sekitar, hingga kearifan lokal. Setiap lukisan yang dihasilkan dalam setiap lembar kulit kayu, memiliki makna bagi keberlangsungan kehidupan warga setempat. Memiliki arti filosofi kearifan lokal yang mereka yakini.
Antropolog Penyelamat Tradisi Lukisan Kulit Kayu Pulau Asei
Tradisi lukisan kulit kayu yang telah dimulai sejak 5 abad silam ini, sempat punah seiring perkembangan jaman. Kulit kayu yang awalnya merupakan bagian kelengkapan busana dan disebut malo, beralih menjadi berbahan dasar kain. Perlahan, busana kulit kayu ditinggalkan. Tak pelak, kerajinan kulit kayu pun sempat tergerus jaman.
Namun berkat seorang antropolog asli Papua, Arnold Ap dan Danielo Ayamiseba, tradisi luhur ini digerakkan kembali. Sehingga, warga Kampung Asei, turun menjadi bagian pelestari budaya di Kabupaten Jayapura. Untuk menjaga agar lukisan kulit kayu tetap hidup hingga beribu tahun lagi.
Comments